Politisi karena Rakyat, Bukan karena Ambisi

Politisi karena Rakyat, Bukan karena Ambisi

Kalau saja Muhammad Idris ikut jalan pikiran dirinya sendiri, dia tidak akan pernah duduk di DPRD DKI Jakarta. Sebagai pengusaha, hidupnya sudah cukup mapan. Bisnisnya jalan, komunitas hobi ayam hias yang dia bangun dikenal di berbagai daerah, dan waktunya bisa dihabiskan bersama keluarga atau membesarkan peternakan Raja Laut Farm di Pulau Seribu.

Tapi dorongan warga terlalu besar untuk diabaikan. Orang Pulau Seribu yang selama ini merasa terpinggirkan dari panggung politik Jakarta, melihat Idris sebagai satu-satunya sosok yang bisa mereka percayai untuk membawa suara mereka.

Dia bukan orang partai, bukan orang kota, dan tidak sok politis, tapi dia hadir.

Dia bantu, dia tinggal di sana dan karena alasan itu, masyarakat menaruh harapan.

Idris sebenarnya tahu, masuk ke dunia politik itu bukan menambah nikmat hidup, tapi justru membuka banyak celah.

Dia tahu betul bahwa kursi DPRD itu bukan tempat nyaman buat orang jujur yang kerja nyata. Tapi dia tetap jalan, karena dia merasa punya tanggung jawab moral.

Kalau bukan dia, siapa lagi?

Sejak jadi anggota DPRD, Idris tak berubah jadi elitis. Dia justru makin sering turun ke lapangan. Dari Pulau Harapan sampai Pulau Panggang, dia reses dan dengar sendiri keluhan masyarakat.

Mulai dari masalah air bersih, pelayanan posyandu, akses pendidikan, sampai tempat pemakaman yang layak semuanya dia perjuangkan. Termasuk ambulans laut, yang dia dorong agar warga bisa cepat tertolong saat kondisi darurat.

Di Jakarta daratan, mungkin orang lupa kebutuhan seperti ini. Tapi di kepulauan, ini soal hidup dan mati. Dan semua kerja itu tidak dia lakukan untuk cari panggung.

Tidak ada media nasional yang ramai-ramai meliputnya. Tidak ada pencitraan murahan.

Dia kerja karena merasa itu kewajibannya. Tapi justru saat dia sedang bekerja, serangan mulai datang.

Soal LHKPN yang dipersoalkan hanya karena ada ayam hias. Soal kandang yang katanya tidak dilaporkan. Soal tuduhan sabung ayam, dan bahkan isu pemerasan yang dilempar begitu saja tanpa data.

Lucunya, orang lupa bahwa ayam hias bukan barang tetap. Ayam bisa mati.

Nilainya juga fluktuatif yang wajib dilaporkan dalam LHKPN adalah aset tetap dan barang yang punya nilai jelas dan tetap. Idris sudah melaporkan kandangnya, dan tidak ada aturan yang dilanggar, tapi framing sudah terlanjur dibentuk seolah-olah dia menyembunyikan kekayaan.

Lebih dari itu, tuduhan sabung ayam yang dilemparkan ke dia juga tidak pernah disertai bukti.

Peternakan Raja Laut Farm yang dia kelola adalah tempat legal, terdaftar dan punya sistem pengelolaan ayam kontes yang terbuka. Bahkan dia secara terbuka menantang siapa pun yang bisa membuktikan ada aktivitas judi di sana.

Dia tahu tuduhan ini tidak lebih dari upaya menjatuhkan nama baiknya lewat opini publik yang dibentuk secara sengaja.

Sayangnya, publik kadang mudah terpancing isu. Apalagi kalau tidak kenal langsung siapa sosok yang sedang diserang.

Tapi masyarakat Pulau Seribu tahu siapa Idris. Mereka tahu bahwa Idris tidak akan rela mengorbankan reputasi dan waktu hidupnya kalau bukan karena panggilan rakyat. Dan mereka tahu bahwa yang bekerja di senyap justru lebih mudah difitnah dibanding yang banyak omong tapi minim aksi.

Hari ini, jika ada yang mau menghakimi Idris, pertanyaan sederhananya adalah: “Apa yang sudah Anda kerjakan untuk rakyat Pulau Seribu?” .

Karena Idris, terlepas dari semua tuduhan, sudah membuktikan dirinya hadir, bekerja, dan menyambung suara rakyat kecil yang lama tak terdengar.

Dia mungkin bukan politisi sempurna. Tapi dia bukan datang karena ambisi. Dia datang karena didorong oleh rakyat. Dan untuk itu, dia layak dihormati.

Oleh: LuqmanJalu Direkturr Lingkar Study Data dan Informasi (LSDI).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *