Di Tengah Lumpur dan Asap, Sebuah Harapan Bernama Hanif Faisol
Oleh : Jalu 369
Indonesia hari ini menghadapi satu dari sekian banyak krisis yang nyaris tak berbunyi di panggung utama politik krisis lingkungan hidup. Hutan yang tak lagi lebat, sungai yang berubah warna, laut yang menyimpan racun, dan tanah yang berlubang seperti wajah setelah ditambang tanpa tanggung jawab.
Di tengah kegaduhan bangsa yang sibuk mengejar pertumbuhan, hadir sosok yang tak banyak bicara di media namun bekerja nyata di lapangan, ya dia adalah Dr. Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Gebrakan Hanif sejak menjabat pada Oktober 2024 menunjukkan arah kepemimpinan yang tidak basa-basi.
Ketika banyak pejabat tinggi enggan menapaki tanah becek tempat limbah menggenang, Hanif justru hadir langsung ke lokasi-lokasi paling kumuh dari praktik buruk pengelolaan lingkungan.
Pada pertengahan Mei 2025, ia mengejutkan publik dengan inspeksi mendadak ke TPA Jatiwaringin, Tangerang.
Ia tidak hanya melihat, tetapi juga bertindak memerintahkan penyegelan tempat dan mengancam tindakan pidana kepada pelaku.
Ini bukan sekadar simbolik, tetapi bentuk penegasan bahwa hukum lingkungan bukan dekorasi undang-undang.
Dalam konteks pengelolaan limbah, keberanian Hanif mengambil alih isu yang selama ini seakan terabaikan patut diapresiasi.
Di Pasar Kemis, Tangerang, ia menyegel gudang pengolahan limbah oli dan plastik ilegal yang diduga menjadi tempat dumping limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Langkah ini penting, karena menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024, Indonesia menghasilkan sekitar 315 ribu ton limbah B3 dari sektor industri setiap tahunnya, namun hanya sekitar 60% yang tercatat dikelola secara benar. Artinya, sisanya mungkin tersebar entah di mana, menunggu menjadi bom waktu bagi ekosistem dan kesehatan publik.
Namun tantangan yang dihadapi Hanif jauh lebih luas dari itu. Indonesia memiliki lebih dari 2.700 lokasi bekas tambang yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi.
Di Kalimantan dan Sumatera, lubang-lubang tambang menjadi danau beracun, beberapa bahkan telah merenggut nyawa anak-anak.
Pada saat bersamaan, limbah domestik dari 514 kabupaten/kota terus mencemari sungai-sungai utama negeri ini, dengan Sungai Citarum, Brantas, dan Musi masuk dalam daftar paling tercemar di Asia.
Pak Hanif tidak datang membawa tongkat sihir. Ia tahu bahwa melawan kerusakan lingkungan bukan hanya soal menindak pelaku, tetapi juga membangkitkan kesadaran.
Gerakan bersih sungai yang ia pimpin langsung di DAS Cipinang pada November 2024 hanyalah langkah kecil, tetapi penuh makna. Ia mengajak masyarakat bukan hanya aparat untuk ikut andil. Sebab, perang melawan limbah dan pencemaran bukan milik kementerian semata, melainkan milik semua insan yang hidup dari tanah dan air negeri ini.
Peraturan tentang Imbal Jasa Lingkungan yang ia keluarkan pada awal 2025 menjadi satu titik terang di tengah gelapnya insentif bagi konservasi. Memberi nilai pada peran masyarakat menjaga hutan, menjaga air, dan menjaga udara adalah bentuk keadilan ekologis yang mulai dipraktikkan.
Ini kebijakan yang tidak populer, tetapi penuh harapan bagi komunitas adat dan warga desa yang selama ini menjadi penjaga ekosistem tanpa penghargaan.
Memuji Hanif Faisol tidak berarti mengabaikan semua persoalan yang belum selesai. Namun memberikan apresiasi pada langkah-langkah nyatanya adalah bentuk dukungan moral yang penting, terutama di tengah dunia yang mudah apatis dan sinis.
Ia tidak sempurna, dan negeri ini terlalu rusak untuk dibenahi dalam satu periode. Tapi setidaknya, kita melihat niat baik yang diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan sekadar janji di podium.
Di hadapan lautan sampah, gunung yang digunduli, dan desa-desa yang kehilangan mata air karena tambang ilegal, rakyat Indonesia membutuhkan lebih banyak Hanif lebih banyak orang yang tidak menyerah. Dan Hanif membutuhkan rakyat. Ia tidak bisa berjalan sendiri.
Para pegiat lingkungan, santri penjaga sungai, ibu-ibu pengelola bank sampah, mahasiswa pencinta alam, serta warga kota yang memilih memungut sampah daripada mengumpat di media sosial semua adalah bagian dari barisan panjang perjuangan ekologis.
Lingkungan yang sehat adalah hak asasi yang terlupakan. Untuk itu kita harus bersama-sama dalam satu barisan, dan kepada Pak Hanif Faisol, teruslah berjalan.
Mungkin jalannya berat, tapi langkahmu menyala. Tidak dengan sorak-sorai, tetapi dengan diam-diam yang bekerja.
Kami melihatmu. Dan kami bersamamu.***














