Respon LAKPAN (Lembaga Kajian Konsumen Pangan Nusantara) Atas Pernyataan Presiden Prabowo Subianto Tentang Serakahnomics
“Pangan Rakyat: Merdeka di Kertas, Terbelenggu di Pasar”
Delapan puluh tahun Indonesia merdeka, tetapi kemerdekaan itu masih belum hadir di meja makan rakyat. Konsumen, khususnya kelas menengah ke bawah, masih terjebak dalam lingkaran permainan harga, regulasi yang gelap, dan praktik serakah yang membelit kebutuhan pokok.
Publik baru-baru ini digemparkan dengan kasus beras oplosan, minyak goreng yang tak lagi sesuai takaran, hingga produk kemasan yang isinya makin sedikit. Semua itu hanyalah puncak gunung es. Sesungguhnya ada praktik sistematis yang lebih berbahaya, yaitu re-inflation atau shrinkflation—mengurangi isi produk tanpa menurunkan harga. Konsumen dipaksa membayar sama, bahkan lebih mahal, untuk mendapatkan lebih sedikit. Ini adalah inflasi terselubung yang tidak tercatat dalam statistik resmi, tapi nyata mencekik daya beli rakyat.
Di saat yang sama, mafia dan kartel impor bahan pangan seperti bawang putih, buah buahan impor, dan lain lain, dimana mereka menguasai jalur distribusi serta mengatur harga beras, gula, minyak, telur, dan daging, yang terus berfluktuasi bukan karena pasar alami, tetapi karena spekulasi dan penimbunan.
Atas itu, Rakyat tak punya pilihan, kebutuhan pokok harus dibeli, meski mahal, sebab tidak ada nya substitusi untuk beras dan minyak.
Presiden Prabowo sudah menyinggung soal serakahnomics, istilah yang tepat untuk menggambarkan kerakusan segelintir pihak dalam mengatur harga dan stok pangan. Tapi pernyataan ini harus ditindaklanjuti dengan langkah konkret, agar tidak dianggap “omon-omon” oleh rakyat.
Penegakan hukum terhadap kartel, transparansi distribusi, serta pengawasan atas shrinkflation harus segera berjalan.
Ironisnya, di tengah kondisi sulit ini, kebijakan fiskal justru menambah beban lewat kenaikan pajak dan pungutan yang merembes ke harga barang. Sementara itu, pelaku usaha terus berlindung di balik aturan label neto yang hanya mengharuskan mencantumkan berat, tanpa melarang pengurangan isi. Hasilnya? Konsumen selalu kalah langkah.
Rakyat tidak bisa lagi diberi janji. Kemerdekaan sejati adalah saat rakyat bebas dari permainan harga, bebas dari kartel pangan, dan bebas dari inflasi terselubung. Jika negara tidak hadir, maka HUT RI ke-80 hanyalah seremoni tanpa makna.”
Maka LAKPAN menegaskan, merdeka tidak cukup hanya diperingati dengan upacara dan jargon, tetapi harus hadir nyata di meja makan rakyat. Harga pangan harus sesuai mutu dan kuantitas, regulasi harus melindungi konsumen, dan mafia pangan harus ditindak tegas.
Tanpa itu semua, HUT RI ke-80 hanya jadi pesta seremonial belaka, maka pernyataan Presiden Prabowo tentang Serakahnomics harus di sikapi secara serius dan konkrit, untuk kemudian memunculkan perlawanan, dan Rakyat pasti akan siap melawan nya, apalagi berbaris bersama Presiden di Negeri tercinta ini untuk menghilangkan wabah penyakit Serakahnomics di Indonesia.
Lukman Hakim
Direktur LAKPAN








