Peringatan Keras tentang Krisis Transportasi Anak dan Kelalaian Kolektif. (Foto: Ilustrasi)
Oleh: Yuswoyowiyoto
Insiden memilukan di Cianjur, seorang siswa kelas 1 Sekolah Dasar (SD) di wilayah Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terserempet motor listrik yang dikendarai oleh sesama pelajar SD, bukanlah sekadar kecelakaan tunggal yang disayangkan.
Peristiwa ini adalah gambaran nyata dari sebuah kegagalan sistemik yang melibatkan orangtua, sekolah, dan pemerintah daerah dalam menjamin keselamatan dan akses pendidikan anak-anak.
Pertama, kita harus menyoroti akar masalahnya, anak di bawah umur mengendarai kendaraan bermotor. Alasan yang dikemukakan orangtua jarak yang jauh dan ketiadaan yang mengantar adalah alasan klasik yang mencerminkan kondisi riil banyak keluarga di daerah.
Namun, “keterpaksaan” tidak serta-merta mengubah sebuah pelanggaran menjadi tindakan yang benar.
Memberikan motor listrik kepada anak SD, yang secara kognitif dan fisik belum siap mengatasi kompleksitas lalu lintas, adalah sebuah bom waktu.
Imbauan sekolah yang telah lama disampaikan ternyata tidak cukup kuat melawan argumentasi kebutuhan sehari-hari.
Pihak sekolah, dalam hal ini, tidak bisa hanya berpangku tangan dengan imbauan. Fakta bahwa mereka “belum menerima laporan resmi” atas insiden yang sudah terjadi justru menunjukkan lemahnya sistem komunikasi dan respons darurat.
Sekolah perlu bergerak lebih proaktif. Imbauan harus ditingkatkan menjadi aturan yang jelas dan disertai sanksi, serta sosialisasi yang lebih gencar tidak hanya kepada siswa, tetapi terutama kepada orangtua.
Sekolah harus menjadi pihak yang memfasilitasi dialog untuk mencari solusi bersama, bukan hanya memberi peringatan.
Pihak yang paling patut disorot dalam tragedi ini adalah pemerintah daerah. Imbauan “bijak” dari dinas terkait terdengar klise dan hambar di telinga masyarakat yang memang tidak punya pilihan.
“Minimnya transportasi aman bagi siswa di daerah terpencil” yang disuarakan warga adalah inti dari krisis ini. Di mana peran negara? Imbauan tanpa solusi adalah bentuk pengalihan tanggung jawab.
Sudah saatnya wacana tentang angkutan sekolah khusus atau program antar-jemput gratis yang didanai APBD tidak lagi menjadi sekadar usulan, tetapi menjadi program prioritas.
Jika dana otonomi daerah dan dana desa tidak bisa dialokasikan untuk menyelamatkan nyawa dan masa depan anak-anak, lalu untuk apa?.
Insiden yang menimpa N (1) siswa pelajar Sekolah Dasar di Kecamatan Sukaluyu, harus menjadi momentum koreksi bagi semua pihak. Orangtua perlu dididik dan difasilitasi untuk menemukan alternatif yang lebih aman.
Pihak sekolah harus lebih tegas dan inovatif dalam kebijakannya dan yang terpenting, Pemerintah Kabupaten Cianjur serta daerah-daerah lain dengan masalah serupa harus berhenti beretorika dan mulai bertindak nyata.
Keselamatan anak-anak di jalan adalah cerminan dari komitmen kita terhadap masa depan bangsa. Jangan biarkan “keterpaksaan” menjadi alasan bagi terus berlangsungnya kelalaian kolektif yang suatu hari bisa berakhir lebih tragis.








