Jakarta| Di tengah dinamika kehidupan Jakarta, trotoar memainkan peran vital sebagai ruang bagi pejalan kaki.
Namun keberadaannya seringkali fungsi ini terganggu oleh berbagai hambatan, seperti parkir liar dan aktivitas pedagang kaki lima.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Ahmad Lukman Jupiter, mengajak seluruh warga dan dinas terkait untuk bersama-sama menjaga dan melindungi trotoar sesuai peruntukannya.
Sejarah trotoar mencerminkan evolusi peradaban manusia dalam menciptakan ruang aman bagi pejalan kaki.
Jejak awal trotoar ditemukan di kota kuno Anatolia sekitar tahun 2000–1990 SM, meskipun desainnya belum ideal dan tidak memiliki pemisah yang jelas antara pejalan kaki dan lalu lintas lainnya.
Peradaban Romawi kemudian mengembangkan konsep ini dengan lebih baik, membangun trotoar yang memisahkan pejalan kaki dari kendaraan, menunjukkan betapa pentingnya ruang bagi pejalan kaki dalam tata kota.
Di Jakarta, upaya revitalisasi trotoar terus dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Bina Marga, telah menata ulang trotoar di berbagai kawasan, menyediakan fasilitas lengkap seperti ubin pemandu, bollard, lampu penerangan jalan umum, dan tempat duduk.
Langkah-langkah ini bertujuan menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi pejalan kaki dan mendorong budaya berjalan kaki di kalangan warga Jakarta.
Namun, tantangan masih ada. Survei Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) DKI Jakarta pada Oktober 2022 mengungkapkan bahwa meskipun 89,5% responden merasa aman dan 90,6% merasa nyaman dengan kondisi trotoar, sekitar 53,7% masih mengalami hambatan saat menggunakannya.
Hambatan tersebut meliputi keberadaan pedagang kaki lima, kendaraan parkir, dan kendaraan bermotor yang melintas di trotoar.
Menanggapi hal ini, Ahmad Lukman Jupiter menegaskan pentingnya peran serta semua pihak dalam menjaga fungsi trotoar.
“Kami ingin memperjuangkan aspirasi dengan melahirkan kebijakan-kebijakan yang pro masyarakat, sehingga rakyat Jakarta dapat hidup layak dan lebih baik,” ujarnya.
Trotoar bukan sekadar fasilitas fisik, melainkan cerminan budaya dan peradaban kota.
Dengan bersama-sama menjaga dan menghormati fungsi trotoar, kita dapat menciptakan Jakarta yang lebih aman dan nyaman bagi pejalan kaki.
“Mari kita jadikan trotoar sebagai ruang bersama yang mencerminkan peradaban dan budaya kota kita,”ajaknya.***
Jalu 369








