Konflik Tanah Batulawang Belum Ada Titik Terang Petani Menduga BPN Jadi Pemicu Konflik

banner 468x60

Cianjur | Warga Desa Batulawang Kecamatan Cipanas Cianjur, Jawa Barat, Pemersatu Petani Cianjur (PPC), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cianjur, DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), SBPPI-KASBI Cianjur, turun kejalan meminta hentikan operasi Bank Tanah yang terlihat dipaksakan.

Bank tanah yang berpotensi menggagalkan upaya penyelesaian konflik agraria Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang diusulkan masyarakat menjadi priroritas penyelesaian konflik agraria oleh pemerintah.

Petani yang memperjuangkan hak tanah mereka, kini Bank Tanah mulai melakukan pematokan. Dengan alih-alih konflik yang mereka hadapi dan mendapat pengakuan dari Negara.

Menurur kepala BPN Kabupaten Cianjur Sitti Hafsiah mengatakan aspirasi yang disampaikan massa aksi akan ditampung dulu, selanjutnya akan disampaikan ke pimpinan.

“Aspirasi masyarakat ini kita terima untuk audensi secara langsung,” tegasnya.

Siti menjelaskan, para penggarap (petani) memang di situ sudah menduduki berdasarkan pengakuannya katanya lebih dari 30 tahun.

“Tapi yang jelas fisik di lapangan di situ yang sudah terbangun rumah-rumah, bahkan ada saat ini sudah berdiri rumah semi permanen dan permanen,” jelasnya singkat.

Masih dikatakan Siti, menurut laporan dari desa dalam hal ini kepala desa setempat, ada sekitar 340 KK disana dan memang selain menggarap juga membangun rumah tinggal warga.

“Nah, tuntutan mereka itu tidak mau dipindahkan,” tutupnya.

Dilain pihak Ketua PPC Erwin Rustiana mengatakan, KPA dan PPC telah berulangkali mengingatkan pemerintah terkait keberadaan Bank Tanah di Desa Batulawang. Karena dianggap berpotensi menggagalkan dalam penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah di desa Batulawang.

“Bank Tanah yang bersikukuh terus melanjutkan operasinya serta melakukan intimidasi kepada para petani. Kini kembali melakukan upaya penggusuran melalui pematokan paksa di areal pemukiman dan garapan petani yang merupakan eks HGU PT. Maskapai Perkebunan Moelya (MPM),” kata Erwin.

Masih dikatakan Erwin, HGU PT. MPM yang telah habis sejak 2022, bahkan sudah ditelantarkan sejak tahun 1998. Hal ini ditegaskan dari hasil kegiatan inventarirasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) Kantor Pertanahan Cianjur tahun 2019. Artinya, PT. MPM, tidak lagi memiliki hubungan hukum terhadap eks HGU yang kini digarap oleh masyarakat.

“Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto mengeluarkan Surat Nomor TU.03.03/1602/IX/2022, bahwa eks HGU PT. MPM seluas 1.020,8 hektar di Desa Batulawang, Cianjur dihapus dari basis data tanah terindikasi terlantar,” paparnya.

Bank Tanah yang kini mendapat dukungan Pemda Cianjur, Kanwil ATR/BPN Jawa Barat dan Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Kementerian ATR/BPN menghidupkan kembali HGU PT. MPM dan memberikan tanah seluas 50 hektar kepada Densus 88 untuk dijadikan Pusat Pendidikan dan Latihan, sisanya dialokasikan untuk PT. Sentul City Tbk dan PT Buana Estate, termasuk pembangunan pondok Al Mutahar dan Villa a.n Ratmani Probosutejo.

Kedua pemilik ini terafiliasi dengan PT. MPM yang merupakan permainan dari Kementerian ATR/BPN bersama Kanwil ATR/BPN, Pemda Cianjur, dan pihak perusahaan.

Operasi illegal Bank Tanah di Cianjur menambah deretan kasus konflik agraria di Jawa Barat. KPA mencatat selama 10 tahun terakhir, Provinsi Jawa Barat masuk dalam 5 besar provinsi penyumbang letusan konflik agraria tertinggi di Indonesia dengan 223 letusan konflik berada di atas tanah seluas 99,534,94 hektar dan berdampak terhadap 79.905 KK.

Pelanggaran hukum yang diberikan Pemda Cianjur, Pemerintah Kecamatan Cipanas, dan Pemdes Batulawang mendesak untuk tidak memberikan dan mengeluarkan rekomendasi penerbitan HGU baru bagi PT MPM. Karena telah melakukan pelanggaran hukum selama mendapat ijin yang berupaya merampas tanah dengan cara yang illegal.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *