Kepala Desa Gasol Enggan Respon Wartawan Saat Di Konfirmasi

Cianjur | Miris, bantuan dana gempa tahap 4 masih di jadikan ajang bancakan permainan kotor para pemangku kepentingan yang tamak, padahal warga penyintas gempa sudah cukup lama menanti bantuan tersebut dicairkan.

Kebijakan seorang kepala desa akan menjadi tumpuan penting bagi masyarakat untuk pencairan dana gempa, namun berbeda dengan kondisi di Desa Gasol, Cugenang, Cianjur.

Di desa tersebut warga penyintas gempa malah menjadi sasaran empuk bagi segelintir pemain di balik layar dengan menciptakan monopoli yang tidak adil dan merugikan banyak pihak.

Padahal seorang kepala desa, seharusnya bersikap netral dan adil tidak menjalin kerja sama gelap dengan aplikator yang secara terang-terangan memberikan upeti kepada kepala desa dengan menjual SPR.

Salah seorang individu berinisial A.M mengaku, dirinya memberi jatah Rp1 juta kepada kepala desa atas imbalan SPR yang diberikan untuk proyek Rumah Tahan Gempa (RTG) di Desa Gasol.

Ini bukan tuduhan yang tanpa dasar apapun, tetapi saya memang memiliki bukti rekaman dari adanya konspirasi kotor yang berpotensi banyak merugikan masyarakat desa.

Upeti yang diberikannya itu hanyalah bagian kecil dari kesepakatan yang lebih besar. Salah satunya adalah bah Ajum ia seorang kontraktor lokal yang ditunjuk sebagai satu-satunya pelaksana proyek di Desa Gasol.

Penunjukkan ini tidak hanya memonopoli seluruh proyek RTG, tapi secara efektif menutup pintu bagi vendor dan kontraktor lain yang ingin berkontribusi dalam pembangunan desa.

“Konon katanya A.M ini dulunya adalah ketua asosiasi, mengintimidasi kades-kades untuk kepentingannya sendiri dengan mengatasnamakan Asosiasi tersebut.

Kemudian uang fee yang diberikan kepada rekan-rekan dulu asosiasi, dimakan sendiri termasuk proyek yang di kerjakan Riksa dan ia juga mencairkan ada data realnya di bu Andri,” tutur Asep Yusup.

Dengan seperti itu, jelas keserakahan kepala desa dan pihak-pihak terkait telah mengorbankan hak-hak warga desa.

“Proyek RTG, yang seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat miskin dan membutuhkan, justru dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri, kalau seperti itu,” ujarnya.

Berdasarkan fakta di lapangan pun kepala desa seakan cuci tangan, bahkan berpura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi, padahal semua bukti mengarah pada keterlibatan aktif dalam praktik kotor itu.

Dengan terjadinya kejadian di Gasol merupakan cerminan buruk dari bagaimana kekuasaan bisa disalahgunakan untuk keuntungan pribadi.

Alih-alih membangun desa bersama-sama, kepala desa dan rekan-rekannya lebih memilih untuk membangun kerajaan kecil, yakni memperkaya diri di atas penderitaan masyarakatnya.

Atas kejadian tersebut, masyarakat Desa Gasol tidak boleh tinggal diam. Artinya untuk mendapatkan hak-haknya masyarakat harus buka suara menuntut keadilan yang telah di rampas.

Bukti rekaman dan yang lainnya harus segera diselidiki oleh pihak berwenang. Karena jika terus dibiarkan, praktik-praktik seperti ini akan semakin menjadi-jadi menggerogoti sendi-sendi kepercayaan publik terhadap kepemimpin mereka.

“Jangan biarkan masyarakat Desa menjadi korban keserakahan segelintir orang, kebenaran dan keadilan harus segera ditegakkan, karena ini adalah panggilan untuk perubahan,” tutup Asep Yusuf.

Untuk mencari kejelasannya seperti apa, hingga saat ini Kepala Desa Gasol seolah enggan merespon wartawan untuk dimintai keterangannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar

  1. Seharusnya justru kepala mendapingi dan memperbuangkan warga nya. Kok ini sebaliknya malah merauk kruntungan di tengah penderitaan warganya. Ampun deh bu kades.

  2. Seharusnya justru kepala desa mendapingi dan memperjuangkan warga nya. Kok ini sebaliknya malah merauk keuntungan di tengah penderitaan warganya. Ampun deh bu kades.

    Balas