Kejati Sumut Diminta Tetapkan Mantan Bupati Deli Serdang Jadi Tersangka Kasus Citraland. (Foto: Net).
Medan | Desakan publik agar Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menuntaskan kasus dugaan korupsi pengalihan aset PTPN I untuk proyek Citraland di Deli Serdang semakin kuat. Jaringan Masyarakat Anti Korupsi (JAMKI) menilai, seluruh bukti administratif dan fakta hukum yang ada sudah cukup untuk membawa mantan Bupati Deli Serdang, Ashari Tambunan, ke tahap penetapan tersangka.
Dasar desakan itu mengacu pada surat resmi bernomor 640/613 tertanggal 2 November 2020, yang ditandatangani langsung oleh Ashari Tambunan saat masih menjabat sebagai bupati. Surat tersebut menyatakan persetujuan prinsip pengembangan Proyek Kota Deli Megapolitan di atas lahan seluas lebih dari 8.000 hektare milik PTPN II di Kecamatan Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Tanjung Morawa, dan Beringin.
Surat itu dikeluarkan ketika Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Deli Serdang belum disahkan dan masih dalam proses revisi di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Padahal, secara hukum, bupati tidak memiliki kewenangan menetapkan izin prinsip tanpa dasar RTRW yang sah.
JAMKI menilai tindakan itu sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan yang nyata.
“Surat itu adalah akar masalah. Ia menjadi dasar bagi pengembang untuk mengubah status lahan negara dan mempercepat penerbitan HGB tanpa memenuhi kewajiban penyerahan 20 persen lahan kepada negara,” kata juru bicara JAMKI di Medan, Kamis (6/11/2025).
JAMKI juga menyoroti dugaan pelanggaran serius dalam proses perubahan tata ruang. Berdasarkan informasi yang dihimpun, revisi RTRW tidak pernah dibahas dalam sidang paripurna DPRD Deli Serdang. Persetujuan hanya ditandatangani oleh ketua DPRD tanpa keterlibatan anggota, padahal keputusan RTRW merupakan kewenangan kolektif. Keputusan semacam itu dinilai tidak sah secara formil.
“Kalau perubahan tata ruang dilakukan tanpa paripurna, itu sudah cukup jadi bukti bahwa keputusan tersebut ilegal. Apalagi digunakan untuk meloloskan proyek komersial di atas lahan negara,” tegasnya.
Selain Ashari Tambunan, sejumlah pejabat BPN dan pihak swasta telah lebih dulu diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan. JAMKI berharap kejaksaan bersikap konsisten dan berani menaikkan status hukum bagi pejabat politik yang terlibat.
Kejati Sumut sendiri telah memeriksa Ashari Tambunan selama enam jam pada akhir Oktober lalu sebagai saksi dalam kasus yang merugikan keuangan negara ini. Namun, publik menilai pemeriksaan itu belum cukup. Desakan agar penyidik segera menetapkan tersangka terus menguat dari berbagai kalangan, termasuk lembaga pemerhati pembangunan seperti LIPPSU.
“Seluruh unsur tindak pidana korupsi terpenuhi: ada penyelenggara negara, ada penyalahgunaan kewenangan, ada keuntungan pihak lain, dan ada kerugian negara. Kejaksaan hanya perlu menindaklanjuti secara hukum. Ini bukan soal keberanian politik, tapi kepastian hukum,” ujar JAMKI dalam pernyataannya.
Kasus Citraland menjadi ujian bagi integritas penegakan hukum di Sumatera Utara. JAMKI menegaskan, keadilan tidak boleh berhenti di meja saksi.
“Hukum harus menembus kekuasaan. Bila negara ingin menjaga wibawanya, maka mereka yang menggunakan jabatan untuk menjual kewenangan harus dimintai pertanggungjawaban,” tutup pernyataan tersebut.








