BEM-NUSANTARA Gelar Aksi Lanjutan di Kantor Trans 7. (Foto: Rian Sagita).
Jakarta | Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) Se-Nusantara kembali menggelar aksi lanjutan. Setelah sebelumnya berunjuk rasa ke gedung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), aksi kali ini menyasar langsung kantor stasiun televisi Trans7.
Aksi ini dilakukan untuk mempertegas penolakan terhadap segala upaya pembusukan nama baik kyai dan pesantren di seluruh Nusantara. Selain itu, BEM PTNU menilai Trans7 telah melanggar sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, khususnya.
1. Pasal 36 Ayat (4), yang melarang lembaga penyiaran menayangkan konten yang mengandung penghinaan, fitnah, atau merendahkan martabat suatu kelompok masyarakat.
2. Pasal 36 Ayat (5), yang menegaskan kewajiban isi siaran untuk menghormati norma agama, kesusilaan, dan budaya bangsa.
3. Pasal 40, yang mengatur tanggung jawab lembaga penyiaran atas akibat dari isi siarannya.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, BEM PTNU Se-Nusantara menyampaikan beberapa tuntutan konkret:
1. Permohonan Maaf Langsung dan Publik sebagai Restorasi Kepercayaan.
Pihak Trans7, diwakili oleh pemiliknya, Chairul Tanjung, wajib menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, KH. Anwar Manshur, beserta seluruh santri, ulama, dan umat Islam Indonesia.
Permohonan maaf tersebut harus disiarkan pada prime time selama tujuh hari berturut-turut.
Permintaan maaf tidak boleh bersifat formalitas, tetapi harus mencerminkan pengakuan kesalahan institusional, tanggung jawab moral, dan komitmen untuk melakukan perubahan struktural guna mengembalikan kepercayaan publik.
2. Transparansi dan Sanksi Internal untuk Memutus Kultur Impunitas
Trans7 harus mengungkap secara terbuka tim produksi, production house, serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan penayangan konten bermasalah tersebut.
Trans7 wajib memberikan sanksi internal yang tegas, proporsional, dan terdokumentasi terhadap pihak yang bertanggung jawab, seperti pemberhentian, pencabutan kewenangan editorial, atau pelatihan ulang etika jurnalistik. Langkah ini penting untuk memutus mata rantai budaya impunitas yang melemahkan integritas media.
3. Kolaborasi dengan Lembaga Pengawas dan Aparat Hukum
Trans7 harus bersedia berkoordinasi penuh dengan KPI, Dewan Pers, dan aparat penegak hukum untuk memastikan pemeriksaan yang objektif serta pemberian sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penegakan hukum ini tidak hanya dimaksudkan sebagai efek jera, tetapi juga sebagai preseden nasional agar media tidak lagi mengeksploitasi isu sensitif demi rating.
BEM PTNU Se-Nusantara memberikan batas waktu 2 x 24 jam kepada Trans7 untuk memenuhi seluruh tuntutan di atas.
Apabila tuntutan ini tidak dipenuhi, kami akan menggalang dan menggencarkan gerakan boikot terhadap seluruh produk di bawah Trans Corp.
Tuntutan ini lahir bukan dari amarah sesaat, melainkan dari kesadaran kritis akan peran media yang memiliki kekuatan besar dalam membentuk opini publik.
Ketika media abai terhadap fungsi edukasinya dan justru mencederai institusi keagamaan, maka intervensi publik merupakan sebuah keniscayaan dalam demokrasi.
Oleh karena itu, kami menegaskan bahwa penyelesaian kasus ini harus dilakukan secara komprehensif, transparan, dan berkeadilan.
Hal ini demi terwujudnya tata kelola penyiaran nasional yang etis, berintegritas, dan selaras dengan nilai-nilai keagamaan serta kepentingan masyarakat luas.
Semua tindakan ini diambil dengan semangat persaudaraan dan tanggung jawab moral bersama untuk menjaga martabat penyiaran, kehormatan Islam, dan nilai-nilai kebangsaan.








