Ada apa, Tanah Bersertifikat Dikuasai Tanpa Jual Beli, Ada Tersangka Tapi Tak Ada Penahanan. (Foto: Istimewa).
Jakarta | Sebuah ironi hukum terjadi di Tangerang. Dua bidang tanah seluas total 2.348 m² milik H. Akbar HS, yang dibeli sah pada 1999 dan 2003 dengan bukti lengkap SHM, AJB, APHB, hingga kuitansi otentik berpindah tangan secara sepihak. Diduga kuat melalui pemalsuan dokumen, penggelapan hak, dan penyerobotan. Namun, hingga kini tidak satu pun pelaku ditahan.
Kasus ini dilaporkan ke Polres Metro Tangerang Kota pada Maret 2020. SPDP sudah dikeluarkan per 23 Maret 2021. Penetapan tersangka terhadap lima orang, termasuk mantan dan pejabat aktif, telah dilakukan. Tapi anehnya, tidak ada proses penahanan atau penegakan lebih lanjut hingga kini.
Padahal unsur pidananya sangat jelas:
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat,
Pasal 266 KUHP soal keterangan palsu dalam akta autentik,
Pasal 372 KUHP tentang penggelapan,
Pasal 378 KUHP mengenai penipuan,
Pasal 385 KUHP mengenai penyerobotan tanah.
Surat pernyataan yang dijadikan dasar jual beli muncul seminggu setelah musyawarah desa. Bukti-bukti asli, seperti AJB dan sertifikat, tidak pernah dikembalikan. Bahkan muncul permintaan tebusan AJB senilai Rp 600 juta. Semua ini terjadi tanpa akta notaris, tanpa saksi, tanpa prosedur hukum yang sah.
“Saya siap membayar jika memang terbukti punya utang. Tapi ini tanah bersertifikat saya dikuasai tanpa dasar. Yang saya minta hanya satu: kembalikan hak saya, dan tegakkan hukum tanpa pandang bulu,” H. Akbar HS, Senin (7/7/2025).
Yang lebih mencengangkan, pelaku utama adalah orang-orang yang masih menjabat sebagai ASN dan bahkan diduga memiliki jejaring kuat di kepolisian dan elite lokal.
Yang menjadi korban: warga biasa, yang taat hukum, namun diabaikan oleh hukum.
Pertanyaan besar untuk aparat, mengapa tersangka tidak ditahan meski pasal pidana berat telah ditetapkan?
Apakah benar ada kekuatan uang dan jaringan kekuasaan yang bermain?
Apakah Polri mau membuktikan bahwa hukum masih berpihak pada rakyat kecil?
Hukum tak boleh tunduk pada jabatan dan uang. Jika tanah bersertifikat bisa berpindah tangan tanpa proses hukum yang sah, maka semua warga negara dalam bahaya.***








