Cianjur | Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Cianjur menyoroti maraknya pemberitaan terkait kasus oplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung), telah menyeret tujuh orang tersangka dari PT Pertamina, sehingga berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat sebagai konsumen.
Wakil Ketua BPSK Kabupaten Cianjur, R. Adang Herry Pratidi, SH., CPM., menyatakan bahwa konsumen merasa dirugikan dan memiliki hak untuk mengajukan gugatan, baik melalui BPSK maupun peradilan umum.
“Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata melalui BPSK atau peradilan umum. Selain itu, jika terbukti ada unsur pidana, konsumen juga dapat mengajukan gugatan penipuan berdasarkan KUHP, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Perindustrian, dan Undang-Undang Migas,” jelas Adang.
Adang menambahkan bahwa praktik pengelabuan konsumen, seperti oplosan BBM, melanggar berbagai peraturan, termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan standar industri.
“Konsumen dapat menggugat berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Migas, serta berbagai peraturan menteri dan dirjen terkait standarisasi produk,” tegasnya.
BPSK Cianjur telah membuka posko pengaduan konsumen selama hampir lima tahun.
Adang menekankan pentingnya edukasi dari pemerintah kepada konsumen mengenai cara pembelian BBM yang benar dan pelayanan terbaik.
“Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengedukasi konsumen mengenai hak-hak mereka dan cara mendapatkan pelayanan yang baik,” ujarnya.
Akibat kasus oplosan ini, banyak konsumen beralih membeli BBM RON 92 dari perusahaan asing karena kepercayaan terhadap Pertamina menurun.
“Kami mempertanyakan mengapa konsumen tidak lagi membeli produk dalam negeri. Ini menunjukkan adanya masalah kepercayaan yang serius,” kata Adang.
Adang juga menyoroti potensi pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam kasus ini.
“Aspek standarisasi produk juga menjadi poin penting yang dapat digugat, baik berdasarkan undang-undang maupun peraturan menteri dan dirjen,” pungkasnya.***








