Cianjur | Sengketa orangtua almarhum Simon Bola Riyanto dengan Diana Septiani (23/istri almarhum) yang menyengketakan suaminya dimakamkan di pemakaman umum Nasrani, membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cianjur melaksanakan dialog kerukunan antara agama di aula Kantor Kecamatan Ciranjang, Selasa 11/06/2024.
Dialog yang digelar MUI Kabupaten Cianjur itu bekerjasama dengan Forkompincam, MUI dan KUA Kecamatan Ciranjang, dihadiri alim ulama, ustadz, pendeta, pengurus Gereja, kepala desa, MUI Desa, pengurus Komunitas Peduli Mualaf (Kopimu), Badan Pembina Mualaf (PBM) serta tamu undangan lainnya,
Sebagai narasumber Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Cianjur KH. Khoerul Anam menjelaskan, pihaknya sangat mengapresiasi MUI Kabupaten Cianjur, khusunya pada saat terjadi kisruh kondisi kerukunan umat beragama telah menginisiasi melaksanakan dialog kerukunan lintas agama.
“Ya, hal itu harus dilaksanakan, selain bentuk kepedulian terhadap umat beragama, itu merupakan rangkaian dan dampak dari kebijakan beberapa pekan lalu mengenai pemakaman jasad seorang mualaf yang dimakamkan di pemakaman umum nasrani akibat terjadinya miskomunikasi,” katanya.
Baca Juga :
KH. Khoerul Anam, melanjutkan, dilaksanakan forum dialog kerukunan lintas agama itu sangat penting, karena di wilayah Kecamatan Ciranjang penduduk yang memeluk agamanya plural, hingga harus sering dilakukan dialog seperti sekarang supaya kerukunan lintas agama akan terasa harmonis dan tidak terjadi lagi adanya persoalan-persoalan antar umat beragama.
“Selain itu, kedepannya di Desa Sindangjaya, Sindangsari, Desa Kertajaya dan desa lainnya yang ada di Kecamatan Ciranjang akan dibentuk lembur toleransi atau kampung kerukunan, seperti halnya di Desa Cipendawa Kecamatan Pacet telah dibentuk lembur toleransi atau Kampung kerukunan,” ungkapnya.
Masih di lokasi yang sama, Ketua Komunitas Peduli Mualaf (Kopimu) Kecamatan Ciranjang Agus Setiawan menyayangkan, pihaknya mengaku bukannya tidak menghormati atau menghargai pada MUI Kabupaten Cianjur, Forkompincam Ciranjang yang peduli melaksanakan dialog kerukunan Lintar agama, tapi banyak kekurangan pada acara tersebut.
“Diantaranya, waktu yang disediakan cukup mepet pelaksanaannya hanya dua jam berikut di dalamnya pembukaan dan sambutan-sambutan, hingga waktunya tidak cukup untuk berdialog mengenai kerukunan umat beragama. Seharusnya setiap lembaga yang hadir diberi waktu untuk berdialog dan harus adanya kesimpulan yang pasti dan gamblang. Pertanyaan kami saat itu saja tidak dijawab dengan pasti dan detail, sehingga jawabannya masih terasa ngambang,” tambahnya.