Cianjur Darurat Sampah,
Jalan Buntu Sistem Lama Penanganan Sampah
Oleh : LuqmanJalu 369
Kabupaten Cianjur hari ini menghadapi krisis lingkungan paling serius dalam beberapa dekade terakhir. Sampah tidak lagi sekadar masalah estetika, tetapi sudah menjelma ancaman kesehatan, sosial, dan keberlanjutan hidup masyarakat. Dengan wilayah seluas lebih dari 3.800 km², terbentang dari kawasan perkotaan padat hingga perdesaan luas, persoalan sampah di Cianjur menuntut solusi yang cepat, tepat, hemat, dan berkelanjutan.
Data berbicara keras.
Produksi sampah harian di Cianjur telah mencapai lebih dari 8.800 ton per hari, dengan lonjakan drastis di momen libur panjang seperti Lebaran—hingga 570 ton per hari atau sekitar 3.990 ton dalam sepekan. Namun, kapasitas infrastruktur pengolahan sampah masih memprihatinkan.
TPAS Mekarsari, satu-satunya fasilitas utama, hanya mampu mengolah sebagian kecil volume. Armada pengangkut DLH pun kerap rusak, sehingga sampah menumpuk di jalan-jalan protokol, dari Jalan Siliwangi hingga pasar-pasar tradisional.
Awal 2024, Pemkab sempat menetapkan status darurat sampah selama 14 hari. Namun setelah masa darurat dicabut, realitas tetap sama: timbunan sampah kembali menghantui ruang publik. Regulasi yang dikeluarkan seperti larangan buang sampah sembarangan, denda Rp 500 ribu, atau jadwal buang sampah terbatas pukul 01.00 – 05.00 belum berjalan efektif. Masih banyak warga membuang sampah di luar jam, dan armada pengangkutan yang terbatas membuat sistem ini rapuh.
Dalam konteks inilah, rencana Pemkab mendorong Refuse-Derived Fuel (RDF) di TPST Mekarsari perlu ditinjau ulang secara realistis. RDF membutuhkan anggaran besar, lahan luas, rantai pemilahan rumit, dan tenaga kerja dalam jumlah signifikan.
Siklusnya bertahap: pilah, cacah, keringkan, baru distribusikan ke pabrik semen atau PLTU. RDF bisa relevan bila ekosistem industrinya tersedia dan modal besar siap digelontorkan.
Namun, kondisi Cianjur hari ini dengan keterbatasan anggaran, man power, serta krisis timbunan sampah harian membuat RDF lebih cocok jadi program jangka panjang, bukan solusi cepat.
Sebaliknya, incinerator modular adalah jalan yang lebih masuk akal untuk Kabupaten Cianjur. Dengan kapasitas 200–750 kg/jam, teknologi ini bisa dipasang langsung di TPS padat atau pasar tradisional.
Hanya butuh lahan kecil, operator terbatas, dan sekali proses langsung mengurangi volume sampah hingga 90% lebih.
Sistem double chamber dan wet scrubber mampu mengendalikan emisi sesuai standar KLHK. Biaya operasional per ton pun jauh lebih terukur dibanding siklus panjang RDF.
Kritikus incinerator kerap menakut-nakuti dengan isu emisi dioksin. Namun faktanya, incinerator generasi baru sudah dilengkapi teknologi pengendali polusi, dimana ruang bakar sekunder di atas 850–1000°C, waktu tinggal gas dua detik, dan scrubber ganda yang meminimalkan asap. Negara-negara maju telah membuktikan bahwa dengan regulasi ketat, incinerator justru lebih aman ketimbang TPA terbuka yang menghasilkan gas metana tak terkendali.
Cianjur tidak punya kemewahan waktu untuk terus berwacana. Sampah menumpuk setiap hari, warga mengeluh setiap jam, dan citra kota semakin tercoreng. Jika persoalan sesederhana sampah saja tidak bisa diatasi, bagaimana mungkin masyarakat percaya pada janji-janji pembangunan lainnya?
Urgensi penanganan sampah di Cianjur bukan lagi opsi, tapi keharusan kritis.
Pemerintah harus berani memutus siklus kegagalan: berhenti menjadikan darurat sampah sebagai ritual tahunan, berhenti menutup-nutupi dengan jargon hijau yang hampa.
Saatnya eksekusi cepat dengan incinerator modular sebagai solusi garis depan, disertai penguatan pemilahan organik melalui komposter atau biogas mikro di pasar dan desa. RDF bisa tetap dipersiapkan di TPST Mekarsari, tapi sebagai pelengkap jangka menengah bukan substitusi solusi jangka pendek.
Cianjur butuh bukti, bukan janji.
Incinerator memberikan jawaban: cepat, tepat, hemat, dan bisa dijalankan terus menerus. Menunda lagi sama artinya membiarkan gunung sampah tumbuh, bau busuk merajalela, dan kesehatan rakyat dikorbankan.
Pemerintah Kabupaten Cianjur harus segera membuktikan keseriusannya, apakah mereka benar-benar ingin menyelamatkan lingkungan dan rakyatnya, atau hanya menunggu waktu menjadi bagian dari tumpukan kegagalan yang membusuk di TPA.
Cianjur tak boleh kalah oleh sampahnya sendiri.








